resensi ini dimuat di Analisa Daily, 20 April 2016. Buku: Tips Sukses Meresensi Buku di Koran. Penulis : N. Mursidi. Penerbit : Elex Media Komputindo. Tahun Terbit : 2016. Halaman : X + 240 halaman. Bagi para pecinta dunia resensi buku, nama N. Mursidi ...
‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ ‌ 

Click here to read this mailing online.

Your email updates, powered by FeedBlitz

 
Here is a sample subscription for you. Click here to start your FREE subscription


"e t a l a s e b u k u" - 5 new articles

  1. Belajar Meresensi dari Raja Resensi
  2. Meraih Sukses dari Resensi Buku
  3. Tips Sukses Meresensi Buku di Koran
  4. Jatuh Bangun Belajar Menjadi Seorang Penulis
  5. Jembatan Perdamaian Kristen-Islam
  6. More Recent Articles

Belajar Meresensi dari Raja Resensi

resensi ini dimuat di Analisa Daily, 20 April 2016

Buku: Tips Sukses Meresensi Buku di Koran
Penulis          : N. Mursidi
Penerbit        : Elex Media Komputindo
Tahun Terbit : 2016
Halaman       : X + 240 halaman

Bagi para pecinta dunia resensi buku, nama N. Mursidi bukan nama yang asing lagi. Hampir seluruh surat kabar yang memiliki kolom resensi pernah memuat hasil resensi bukunya. Bahkan koran Jurnal Nasional menobatkannya sebagai “Raja Resensi”. Sebab, tak hanya meresensi buku di koran-koran, N. Mursidi juga aktif meresensi buku-buku yang dibaca di blognya.


Buku “Tips Sukes Meresensi Buku di Koran” ini adalah cara N. Mursidi berbagi ilmu tentang meresensi buku. Bukan hanya bicara dari sisi teknis saja, tapi juga ihwal keuntungan yang didapat oleh peresensi buku. Semuanya dipaparkan berdasarkan pengalaman penulis sendiri, sehingga tips-tips yang diberikan benar-benar mudah dipahami. Apalagi, gaya penulisannya persis seperti gaya penulis di koran. Gaya penulisan populer.

N. Mursidi yang sudah menjalani profesi sebagai peresensi sejak lima belas tahun yang lalu menceritakan di dalam Bab II : Setumpuk Keuntungan dari Meresensi Buku bahwa ada delapan keuntungan yang diperoleh peresesni. Yaitu, mendapatkan kepuasan batin, mendapatkan honor yang berlipat-lipat (dari surat kabar, penerbit dan bahkan penulis), mendapatkan buku gratis dengan cara mengirimkan hasil resensi yang dimuat dikirim ke penerbit, dipilih menjadi editor khusus penerbit, dipilih menjadi koresponden surat kabar, memiliki kedekatan dengan penulis, peluang menjadi penulis buku dan diundang menjadi pembicara.   

Bila memperhatikan keuntungan yang didapat dari meresensi buku, bisa dikatakan bahwa menekuni profesi menjadi peresensi bisa dilakukan dengan modal yang kecil atau tanpa modal. Dari satu buku yang diresensi bisa diternakkan menjadi beberapa buku. Sayangnya, tak semua orang memahami ‘keberlimpahan’ dari meresensi buku. Apalagi, penerbit juga sekarang sudah meninjau blog-blog para peresensi. Artinya, dengan meresensi di blog juga bisa dijadikan lahan untuk beternak buku (hal. 31-32)

Buku yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo pada tahun 2016 ini dibagi menjadi 7 bab. Yaitu, peluang mendapatkan uang dari lembaran koran, setumpuk keuntungan dari meresensi buku, mengenal apa itu resensi buku, apa yang harus dilakukan sebelum meresensi buku, langkah-langkah dalam meresensi buku, apa yang harus dilakukan sesudah meresensi buku, dan peluang menulis lain di koran.

Kehadiran buku “Tips Sukses Meresensi Buku di Koran” ini menambah khazanah para pembaca dan pembelajar resensi. Sebab, sebelum buku ini terbit, sudah ada beberapa buku khusus yang membahas tentang resensi buku juga. Seperti buku “Dasar-Dasar Meresensi Buku” yang ditulis Daniel Samad dan buku “Kiat Sukses Meresensi Buku di Media” karya Nurudin. Andaisaja N. Mursidi mau mencantum email redaktur-redaktur surat kabar yang memuat resensi, maka buku rujukan penulisan resensi menjadi sangat lengkap.

Meski demikian, buku ini sangat layak dibaca siapa saja yang ingin menjadi peresensi buku. Apalagi, penulis menceritakan seluruh pengalamannya dari awal meresensi hingga akhirnya menjadi raja resensi. Tak hanya itu, penulis juga menceritakan salah satu cara meresensi terbaru adalah dengan melakukan tiga riset.  Pertama, surat kabar yang ingin dimuat tulisan kita. Kedua, buku-buku yang sudah ditulis penulis buku yang ingin diresensi atau kepribadiannya.  Ketiga, perbandingan dengan buku-buku yang sejenis yang sudah beredar. Selamat membaca, dan belajar meresensi buku dengan “Raja Resensi”.

    *) Perensensi: H. Rahmat Hidayat Nasution, Lc, Penulis buku “70 Pesan Terakhir Rasulullah untuk Muslimah”
   

Meraih Sukses dari Resensi Buku

 Oleh: Herry Prasetyo (dimuat di www.lifestyleandparenting.com)

Judul : Tip Sukses Meresensi Buku di Koran
Penulis       : N. Mursidi
Penerbit    : Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: Jakarta, 2016

Salah satu jalur meraih sukses adalah lewat aktivitas menulis. Tidak heran jika penulis merupakan salah satu profesi yang diminati banyak orang. Profesi ini pun mewujud ke dalam beragam bentuk, seperti jurnalis atau wartawan, penulis buku, penyair, penulis skenario, dan penulis naskah atau artikel di koran atau media massa. Dengan demikian, Anda perlu berpikir dua kali jika meremehkan teman, saudara, atau bahkan pesaing Anda yang berprofesi sebagai penulis.


Banyak tujuan seseorang menjadi penulis, seperti mengungkapkan idealisme sambil mencari nafkah. Jika kebetulan Anda berprofesi sebagai penulis, tentu sudah mengantongi jawaban jika ditanya tujuan Anda menjalani pekerjaan tersebut. Masing-masing orang berbeda tujuan ketika memantapkan dirinya berprofesi sebagai penulis sehingga lahirlah banyak karya yang juga beragam dan bisa dipilih serta dinikmati para pembacanya.

Era gaya hidup yang berkembang pesat dan memungkinkan banyak media untuk menerbitkan suatu tulisan semakin mendorong banyak orang menggeluti dunia tulis-menulis. Semakin asyik dan tidak membosankan karena apa yang kita tulis mudah dan cepat dimunculkan. Jika Anda adalah blogger yang terbiasa memunculkan artikel, pasti lebih memahami bahwa begitu Anda menuliskan artikel, di saat itu juga tulisan Anda bisa diterbitkan di blog Anda dan banyak orang langsung membacanya.

Dengan demikian, semakin mudah kita menjadi penulis dan punya banyak pilihan media untuk menyebarkan karya-karya yang kita tuliskan. Selain menulis bisa untuk terapi jiwa atau untuk mendapatkan keseimbangan hidup, lewat aktivitas itulah jalan karier bisa ditentukan atau besar-kecilnya nafkah bisa kita nikmati. Beberapa penulis bahkan sudah menikmati sukses besar dan memiliki karya hebat yang dikenal banyak orang.

Peresensi Buku
Mengawali sebagai penulis yang bisa meraih sukses besar, dengan banyak karya yang luar biasa dengan beragam jenisnya, bisa dimulai dari menjadi peresensi buku. Para penulis pemula yang mungkin masih “ngos-ngosan” jika harus menuangkan ide ke dalam banyak halaman, bisa belajar menulis artikel bermutu lewat resensi buku; dengan jumlah kata yang masih terbatas. Kirimkan hasil tulisan resensi tersebut ke media massa, seperti koran atau majalah dan Anda akan mendapatkan manfaatnya.

Peresensi buku tidak bisa dianggap remeh karena dari menulis resensi, honor yang didapat bisa berlipat-lipat, misalnya dari penerbit koran, penerbit bukunya, bisa juga dari penulis buku yang berterima kasih karena karyanya diresensi.  Pengalaman seperti itulah yang ditulis oleh N. Mursidi dalam bukunya, Tip Sukses Meresensi Buku di Koran. Buku yang diterbitkan Elex Media Komputindo ini berisi kisah pengalaman penulisnya ketika sukses meresensi buku. Bahkan, sebuah koran di Jakarta menjulukinya “raja resensi”.

Buku ini bisa menjawab dengan tuntas rasa penasaran banyak orang yang ingin cerdas meresensi dan meraih sukses dari aktivitas tersebut. Penulisnya menginspirasi banyak orang bahwa meresensi buku selain bisa untuk mendapatkan kepuasan batin, juga dapat mendatangkan uang atau honor. Tidak sebatas itu, meresensi buku juga bisa menjadi jembatan untuk meningkatkan karier di bidang kepenulisan. Setelah menjadi peresensi, kita bisa meningkat menjadi editor, misalnya, atau penulis buku. Jika peresensi berminat di bidang jurnalistik, jenjang karier menjadi jurnalis atau wartawan juga bisa dicoba. Banyak jalan sukses yang bisa ditempuh ke depannya setelah menjadi peresensi buku.

Buku yang lengkap mengupas seluk-beluk resensi buku ini bisa Anda pilih sebagai bahan pelengkap atau referensi jika Anda tertarik menuangkan kritik atau ulasan tentang buku, terutama jenis buku yang Anda sukai.  Pertanyaan Anda tentang apa itu resensi, bagaimana menuliskannya, hingga peluang lain menulis di koran atau media massa bisa Anda dapatkan jawabannya melalui buku ini. Pengalaman penulisnya yang sudah lima belas tahun menekuni dunia tulis-menulis bisa menjadi jaminan bagi Anda bahwa buku ini memang layak Anda beli, baca, dan terapkan kiat-kiatnya.

*) peresensi Herry Prasetyo
   

Tips Sukses Meresensi Buku di Koran

Judul : Tip Sukses Meresensi Buku di Koran
Penulis       : N. Mursidi
Penerbit     : Elex Media Komputindo,
ISBN         : 9786020277912
Cetakan     : Pertama, Maret 2016
Tebal buku : 256 halaman
Harga        : Rp 59.800.00

Sebagian orang tahu bahwa menulis di koran --di rubrik opini, cerita pendek, esai, puisi bahkan resensi buku— itu bisa mendatangkan uang (atau honor). Bahkan jika ditekuni, aktivitas menulis di koran itu bisa menjadi sumber penghasilan yang lumayan. Tetapi tidak semua orang, terlebih bagi penulis pemula,  tahu bahwa honor menulis resensi buku itu jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menulis opini, cerita pendek, puisi atau esai.


Sebab menulis resensi buku di media massa itu bisa mendapatkan honor dari berbagai pintu; dari koran, ditambah dari penerbit, dan jika beruntung bisa mendapatkan dari institusi (seperti kampus). Bahkan, kalau penulis buku yang kebetulan bukunya diresensi itu tidak pelit, masih menambah lagi honor. Jadi, peresensi itu bisa mendapatkan “honor ganda” --atau bisa disebut honor yang berlipat-lipat.

Ironisnya, honor yang berlipat-lipat bagi penulis resensi buku itu tidak banyak diketahui orang. Rahasia untuk mendapatkan honor berlipat-lipat itulah yang ingin dikuak penulis dalam buku ini. Selain berisi tip menulis resensi di koran, buku ini dilengkapi dengan pengalaman dan kisah sukses penulis yang bisa menjadi “obor” atau spirit bagi pembaca untuk mendulang uang dari lembaran koran.

Lebih jauh lagi, buku ini mengajak pembaca meniti “impian” dalam meraih masa depan yang dimulai dari meresensi buku; sebagai jalan untuk menjadi editor, wartawan, penulis buku, atau pembicara --di radio, pelatihan kepenulisan dan televisi.  



      

   

Jatuh Bangun Belajar Menjadi Seorang Penulis

Koran Jakarta, Selasa, 16 September 2014    

Judul   : Tidur Berbantal Koran
Penulis : N Mursidi
Penerbit: Elex Media
Tebal   : 243 halaman
Terbit    : 2014
ISBN       : 978-602-020-594-6

“Menulislah, apa pun, jangan pernah takut tulisanmu tidak dibica orang, yang penting tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna” (hal 229). Kutipan tersebut merupakan petikan tulisan seorang pujangga besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, yang mampu menyulutkan semangat penulis, N Mursidi. Dalam buku ini, dia menceritakan memoar pribadinya yang bertekad kuat menjadi seorang penulis.


Dia jeli menangkap setiap kesempatan yang mengubah jalan hidup. Selepas SMA, dia diminta ayahnya menggantikan berjualan kain di pasar tradisional di kota kecil Lasem, Jawa Tengah. Tetapi dia menolak karena ingin kuliah di Yogyakarta agar kelak bisa memperoleh pekerjaan layak. Keinginannya tersebut sempat diragukan orang tuanya mengingat sewaktu sekolah dia bukanlah termasuk siswa pandai. Setelah berusaha meyakinkan dan mendapat restu orang tuanya, berangkatlah dia ke Yogyakarta.

Kegagalan demi kegagalan sering kali menghampiri. Contoh dia gagal menembus perguruan tinggi negeri, akhirnya kuliah di swasta yang biayanya mahal. Belum genap sebulan sebagai mahasiswa, ayahnya sakit keras sehingga tidak dapat mengirim uang saku. Dia berusaha mencari pekerjaan untuk dapat bertahan hidup.

Tawaran sebagai penjual koran dia terima. Pagi-pagi dia bersepeda menuju agen untuk mengambil koran. Dia naik-turun bus, menjajakan koran agar cepat laku, sehingga masih memiliki cukup uang untuk ke kampus.

Semua orang layak menjadi guru dan tidak mengenal tempat. Ketika seorang tukang becak rela mengeluarkan uangnya untuk membeli koran, seolah mengajarinya untuk mau membaca setiap lembar koran. Loper jangan hanya menjual. Dia membaca berbagai rubrik di koran yang kerap diisi penulis lepas berstatus mahasiswa seperti dirinya.

“Setiap selesai membaca tulisan-tulisan mahasiswa itu, otakku serasa mendidih bagai air yang dijerang di atas tungku,” katanya (hal 8). Sejak itu, dia bercita-cita menjadi penulis.

Setiap malam, ditemani mesin ketik tua, dia membuat cerpen. Tetapi lebih dari setahun, tulisannya tak ada yang dimuat. Karena belum memiliki penghasilan tambahan, dia pun sering dilanda kesulitan keuangan. Pahit-getirnya hidup kerap dia temui. Dia pernah harus merasakan hidup nomaden dengan sepeda onthelnya karena tidak mampu membayar sewa kos.

Di tengah kegalauannya, berbekal kamera bekas yang dibeli dari temannya, pria periang ini menjajal hobi barunya, fotografi. Sepekan kemudian, hasil jepretannya dimuat di koran lokal. Dari situ kepercayaan diri menulis cerpen kembali tumbuh. Tapi, lagi-lagi, karyanya belum ada yang menarik hati redaktur untuk dimuat.

Ketika temannya datang membawa sebuah novel untuk diresensi, penggemar fotografi tersebut mencobanya. Resensinya dimuat di koran lokal. Hingga kini sudah ratusan tulisan termuat di berbagai koran lokal maupun nasional sampai sebuah koran menjuluki “raja resensi”.

Ada juga tips agar sebuah karya dimuat di media cetak. Buku ini cocok sebagai tempat belajar para pembaca yang bercita-cita sebagai penulis.       Berkat kepiawaiannya menulis dalam berbagai genre, akhirnya sekarang penggemar resensi itu menjadi wartawan sebuah majalah. Kegigihan dan semangatnya untuk terus belajar menginspirasi bahwa setiap orang dapat meraih cita-cita jika gigih berjuang dan tidak pernah berputus asa.         

Diresensi Mia Cisadani, alumni Ekonomi Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang
   

Jembatan Perdamaian Kristen-Islam

resensi buku ini dimuat di Jawa Pos, Minggu 30 Maret 2014

Judul buku: Santo dan Sultan: Kisah Tersembunyi tentang Juru Damai Perang Salib
Penulis      : Paul Moses
Penerbit    : Alvabet, Jakarta   
Cetakan   : Pertama, Desember 2013
Tebal buku: 440 halaman
ISBN        : 978-602-9193-40-4

SETIAP perang yang berkecamuk, sejarah selalu mencatat duka dan penderitaan panjang yang membekas--hingga tahun-tahun mendatang. Tak terkecuali Perang Salib yang telah berlangsung ratusan tahun lalu. Tetapi selalu ada "sosok heroik" yang mampu mewarnai tragedi kelam itu dengan memercikkan teladan yang layak direnungi karena kiprah dan perjuangan yang dilakukan dengan luar biasa. Sosok heroik dalam Perang Salib V itu, bisa disebutkan, salah satunya adalah Santo Fransiskus. Sekalipun Kardinal Pelagius, pemimpin pasukan Kristen sudah memperingatkan biarawan bertubuh ringkih itu agar tidak menempuh perjalanan sia-sia, dan bodoh, dia tetap nekat.


St. Fransiskus seperti tidak takut akan mati. Biarawan dari Assisi itu nekat menyeberangi sungai untuk menemui Sultan Malik al-Kamil. Tujuannya hanya dua; menawarkan perdamaian dan minta sultan memeluk Kristen. Meskipun khotbah dan perundingan yang dilakukan itu bisa dikata gagal tapi misi yang dilakukan itu mulia; merajut perdamaian antara Kristen dan Islam. Sayang, cerita heroik St. Fransiskus dalam membangun jembatan perdamaian itu --seiring perjalanan sejarah-- seperti ditutup-tutupi. 

Buku Santo dan Sultan: Kisah Tersembunyi tentang Juru Damai Perang Salib ini, berusaha menyibak kabut gelap itu. Paul Moses menelusuri setumpuk data, dokumentasi, dan ratusan cerita seputar Perang Salib V dan perihal diplomasi damai antara St. Fransiskus dan Sultan. Karena, bagi penulis --yang memperoleh gelar Master Fine Arts di Inggris dari University of Fine Arts di Inggris dari University of Massachusetts di Amherst dan tinggal di Brooklyn, NY ini- misi mulia yang diperjuangkan oleh St Fransiskus telah mengalami "setumpuk" distorsi. Dari sebuah pertemuan yang penuh perdamaian menjadi sebuah benturan peradaban yang diwarnai kekerasan (hal. 168).

St Fransiskus memiliki masa lalu yang kelam dalam perang dan hal itu meninggalkan trauma. Saat masih muda, dia pernah ikut terlibat pertempuran sengit antara Assisi (kota kediamannya) dengan kota tetangganya, Perugia. Assisi kalah, dan hal itu berakibat buruk bagi St. Fransiskus. Dia diseret dari hutan, menyebrangi sungai dan mendaki ke bukit Perugia, dan dijebloskan ke dalam penjara kurang lebih selama satu tahun. Setelah itu, dia melakukan pertobatan dan permenungan. Dia pun seiring waktu kemudian mengalami kebangkitan spiritual (hal 18-20). Bahkan, dia setelah itu memulai hidup baru sebagai seorang santo.

Wajar, dari pengalaman tragis dan permenungan itu, dia kemudian menentang perang, termasuk Perang Salib. Maka, ketika perang Salib V berlangsung, ia memutuskan pergi ke Mesir. Ia diperkirakan pergi ke Mesir menumpang kapal Perang Salib setelah pertempuran 31 Juli 1219. Saat melihat secara langsung mayat-mayat bergelimpangan sepanjang perjalanan menuju benteng pasukan Kristen, hati St Fransiskus serasa sedih. Sebenarnya pemimpin pasukan muslim, Sultan Malik telah menawarkan kesepakatan damai terkait pengembalikan Yerusalem. Tapi Kardinal Pelagius -yang memegang kendali pasukan Kristen- keras kepala. Sekali pun bala bantuan dari Kaisar Frederick II tak kunjung datang, Pelagius tetap tak mau kesepakatan damai yang ditawarkan Sultan itu, dan bersikeras ingin menundukkan seluruh Mesir (137-138).

St Fransiskus diambang dilema. Pada satu sisi, dia tak mau menentang otoritas gereja yang diwakili oleh Peligus, tapi ia merasa harus mengukuti hati nuraninya. Ia akhirnya memilih bisikan hati; kemudian mengajak Illuminatus menempuh perjalanan penuh mara bahaya bahkan bisa disebut ingin mati karena memutuskan menemui Sultan Malik. Tetapi, itulah yang harus dilakukan. Dia hanya ingin menjalin tali kasih dan membangun jembatan "perdamaian" Kristen-Islam.

Dengan berupaya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dalam dialog perdamaian antara Frassiskus dan Sultan Malim, dan seputar peristiwa yang melatarbelakangi perang Salib V dan juga ditambah dengan mengisahkan kehidupan dua tokoh sentral dalam buku ini, yakni Fransiskus dan Sultan Malik al-Kamil, penulis ingin menjadi peristiwa heroik itu sebagai teladan untuk membangun konteks yang lebih luas; menjalin hubungan harmonis antara Kristen-Islam.

Penulis ingin upaya St Fransiskus untuk campur tangan dalam Perang Salib Kelima menjadi satu teladan dalam "menjalin" hubungan baik antara Kristen dan Islam tidak saja dalam membingkai sejarah Perang Salib, tetapi juga bagaimana membangun tali kasih dan hubungan yang lebih baik ke depan nantinya. Apalagi setelah tragedi 11 September 2001 yang meluluhkan gedung kembar WTC, harus diakui telah melahirkan benturan perabadan baru antara Kristen dan Islam radikal. Penulis berharap besar, sosok St Fransiskus menjadi teladan bagi umat Kristen. Sebeliknya, Sultan Malik menjadi teladan umat Islam untuk membangun kesepakatan damai antara Kristen dan Islam.

Sebab, dari pertemuan penting antara St Fransiskus dan Sultan itu, jika direnungkan, bisa membuka cakrawala baru bagi umat Kristen dan Islam. Kisah dua orang juru damai itu telah memberi "inspirasi" bagi umat Kristen dan Islam di seluruh dunia bahwa jalan damai adalah jalan yang terbaik daripada memandang umat lain penuh kecurigaan dan kebencian. Untuk tujuan itulah, Paul MOses merasa perlu menceritakan kisah St Fransiskus dan Sultan Malik lewat buku ini. Ia berupaya menulis episode sejarah yang ditutup-tutupi, dan mengajak merenung untuk membangun perdamaian melalui dialog agama --bukan lewat peperangan.

*) N. Mursidi, penulis buku Tidur Berbantal Koran (Elex Media; 2013)
   

More Recent Articles


You Might Like